info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

Profil Desain Penghantaran Liposom PEGylated untuk Penyakit Infeksi Malaria Stadium Hati (Nano-DDS Research Group)

 

Ilustrasi Liposom (Sumber gambar: Noble et al., 2014)

 

Liposom merupakan vesikel berbentuk bola yang dapat dibuat dari kolesterol dan fosfolipid nontoksik alami. Lebih jauh lagi liposom memiliki struktur satu atau lebih bilayer fosfolipid. Karena ukurannya dan karakter hidrofobik dan hidrofilik (selain biokompatibilitas), liposom adalah suatu sistem yang menjanjikan untuk penghantaran obat  (drug delivery). Kemampuan liposom dalam mengirimkan molekul aktif pada target  (site of action) menjadikan beberapa formula liposom digunakan secara klinis saat ini sebagai penghantar obat (Akbarzadeh et al., 2013).

Satu-satunya antimalaria yang efektif digunakan untuk pengobatan sporozoit pada fase hati penyakit infeksi malaria adalah primakuin. Penggunaan primakuin tidak dapat digunakan secara tunggal (monoterapi), namun harus diberikan dalam kombinasi dengan skizontisida darah (obat sebagai antimalaria, salah satunya klorokuin). Hal demikian dapat berperan dalam pencegahan terjadinya infeksi malaria fase eritrositik yang mematikan. Disamping itu, penggunaan primakuin harus dibatasi karena efek samping yang serius pada individu dengan kekurangan glukosa-6-fosfat dehydrogenase (G6PDase) yaitu hemolisis. Namun, dengan penggunaan gabungan antara primakuin dan klorokuin (skizontisida darah) akan mengurangi toksisitas primakuin sekaligus meningkatkan aktivitas antimalaria. Dua kombinasi ini dapat menghasilkan obat antimalaria yang efektif.

Efektivitas pelepasan obat dalam liposom kepada target dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah perubahan kekakuan membran liposom. Membran liposom yang tidak kaku dapat menyebabkan kebocoran obat dalam liposom pada proses pengangkutan / penghantaran obat. Kekakuan membran liposom dipengaruhi oleh karakteristik komposisi lipid yang digunakan, serta penambahan kolesterol pada bagian luar membran liposom. Selanjutnya, pelepasan obat dipengaruhi oleh adanya agregasi obat dalam liposom. Kecenderungan pembentukan agregat koloid antara obat dan polimer dalam liposom dapat memperlambat pelepasan obat. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari peneliti Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (Andang Miatmoko dan Rekan) menunjukkan bahwa penggabungan dua atau lebih obat dalam liposom menghasilkan pelepasan obat yang relatif lebih lambat daripada yang dimuat dengan salah satu obat saja.

Desain penghantaran obat dengan liposom yang optimal menuju target hepatosit (sel utama organ hati) untuk mengobati invasi sporozoit malaria sangat diperlukan. Dalam hal ini, desain pengangkutan obat dengan kombinasi primakuin dan klorokuin yang optimal untuk mengobati malaria stadium hati sangat diperlukan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Peneliti Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga; Andang Miatmoko, Ira Nurjannah, Nuril Fadilatul NehruNoorma Rosita, Esti Hendradi, Retno Sari dan Juni Ekowati melakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis interaksi primakuin, klorokuin, dan liposom untuk mendukung desain penghantaran liposom yang optimal dalam mengatasi penyakit infeksi malaria stadium hati. Lebih jauh lagi peneliti memberikan informasi terkait pengaruh co-loading primakuin dan klorokuin terhadap integritas membran bilayer liposom. Liposom yang digunakan peneliti terdiri dari fosfatidilkolin kedelai terhidrogenasi, kolesterol, dan DSPE‑mPEG2000 distearoyl-sn-glisero-3-fosfoetanolamina-N-(metoksi[polietilenglikol]-2000).

Peneliti menganalisis profil fisikokimia (spektroskopi dan termal) menggunakan spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared), P-XRD (Powder X-Ray Diffraction), dan DTA (Differential Thermal Analysis) untuk menganalisis interaksi antara obat (primakuin dan klorokuin) dan membran lipid liposom. Lebih lanjut lagi, peneliti melakukan uji pelepasan calcein (indikator adanya kebocoran membran liposom). Kebocoran membran liposom berpengaruh pada kuantitas obat yang dihantarkan liposom menuju sel target.

Peneliti berhasil menganalisa pengaruh kombinasi primakuin dan klorokuin terhadap integritas membran bilayer liposom. Desain primakuin-liposom (tunggal) serta primakuin-klorokuin-liposom (ganda) menghasilkan profil pelepasan calcein yang lebih tinggi dari liposom-klorokuin. Hal demikian menandakan bahwa primakuin yang diangkut secara tunggal maupun ganda memunculkan kebocoran membran liposom. Meski demikian, peneliti mengungkap adanya temuan berupa perbedaan profil spektroskopi dan kritalinitas obat.

Hasil gambar mikroskop elektron transmisi (TEM) peneliti mengungkapkan bahwa tidak ada agregat obat yang diamati di dalam liposom, yang artinya tidak menimbulkan pengaruh kelambatan dalam pelepasan obat pada target. Hal ini menunjukkan bahwa baik primakuin dan klorokuin masih larut dalam media intraliposomal, sehingga tidak memberikan efek atau memberi efek minim terhadap kelarutan obat pada integritas membran.

Spektrum FTIR juga mengungkapkan penurunan intensitas liposom-primakuin dibandingkan dengan liposom-klorokuin dan liposom-primakuin-klorokuin. Hal ini menandakan pencerminan peningkatan fluiditas membran liposom. Lebih lanjut peneliti menyebutkan bahwa pengangkutan ganda (liposom-primakuin-klorokuin) mengalami peningkatan fluiditas membran liposom. Dapat dikatakan bahwa primakuin diduga telah sepenuhnya bersembunyi dalam liposom (diangkut liposom). Untuk liposom-klorokuin dan liposom-primakuin-klorokuin diduga telah terjadi interaksi antara obat dan liposom sehingga tidak terdeteksi oleh FTIR.

Karakteristik fisikokimia membran liposom dan profil pelepasan calcein mengungkapkan bahwa liposom-primakuin memiliki fluiditas yang relatif lebih tinggi daripada liposom-klorokuin yang menyebabkan peningkatan pelepasan calcein (memunculkan kebocoran membrane liposom). Pada pola P-XRD, primakuin dan klorokuin bebas, serta liposom-primakuin, liposom-klorokuin dan liposom-primakuin-klorokuin memiliki kristalitas yang identik satu sama lain.

Temuan peneliti dapat digunakan sebagai acuan tentang penelitian lanjutan dalam desain liposom dengan kombinasi primakuin dan klorokuin (khusus malaria stadium hati)

 

Hasil penelitian dapat diakses di

https://doi.org/10.1038/s41598-021-91866-0

 

Penulis: Ani N. Fauziyah