info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

Inovasi ‘Biochick+’ Oleh Mahasiswa UNAIR Tingkatkan Gut Microbiome Ayam Broiler


Inovasi ‘Biochick+’ Oleh Mahasiswa UNAIR Tingkatkan Gut Microbiome Ayam Broiler

Tim mahasiswa dari gabungan Fakultas Farmasi (Beryl dan Gadis) dan Fakultas Kedokteran Hewan (Risma) Universitas Airlangga berhasil menggagas sebuah inovasi pakan untuk ayam broiler di KIMVETNAS 2025. Biochick+ merupakan inovasi ransum presisi berbasis fermentasi limbah agroindustri ampas tahu dan kulit nanas, yang dirancang sebagai sinbiotik lokal untuk memodulasi gut microbiome ayam broiler.

Awal Mula Inovasi ‘Biochick+

Dalam industri peternakan unggas, pakan menyumbang komponen paling krusial, mencapai 56,95% dari total biaya budidaya ayam broiler. Selain masalah biaya, tim juga menyoroti penggunaan Antibiotic Growth Promoters (AGP) yang masih tinggi yang dapat menimbulkan risiko residu antibiotik dalam daging serta Antimicrobial Resistance (AMR). Inovasi ini sekaligus bertujuan mengatasi ketergantungan pada bahan baku ransum impor. Oleh karena itu, tim menggagas inovasi ransum presisi bernama Biochick+ yang berbasis fermentasi limbah agroindustri lokal, yakni ampas tahu dan kulit nanas, yang melimpah di Indonesia.

Pemilihan Limbah Ampas Tahu Dan Kulit Nanas

Pemilihan bahan baku didasarkan pada besarnya keterlimpahan limbah yang selama ini terbuang sia-sia. Ampas tahu, salah satu limbah produksi tahu, stoknya sangat melimpah dan banyak terbuang, kurang lebih mencapai 245.649,5 ton pada tahun 2019. Selain itu, keterlimpahan limbah yang lebih besar juga berasal dari kulit nanas, yang diprediksi mencapai angka 2.740.600,7 ton pada tahun 2025 menurut Badan Pusat Statistik (BPS).

Meskipun berlabel limbah, kandungan yang dimiliki oleh ampas tahu dan kulit nanas tidak dapat dipandang sebelah mata. Ampas tahu mengandung protein kasar (23-29%), serat kasar (22,65%), lemak (4,93%), serta kalsium yang berpotensi meningkatkan kekebalan tubuh unggas. Pemanfaatan limbah ampas tahu juga dapat mengurangi kontribusinya sebagai penyumbang gas rumah kaca berupa amoniak. Di samping itu, kulit nanas mengandung enzim bromelin yang berfungsi sebagai agen prebiotik alami. Enzim ini akan memecah protein dan serat kasar. Kulit nanas juga mengandung 3,50% protein kasar dan 19,60% serat kasar.

Pengolahan dan Fermentasi Limbah dengan Mikroorganisme

Karena tingginya kadar serat kasar pada ampas tahu dan kulit nanas membuat pakan sulit dicerna, dan enzim bromelin tidak bisa aktif tanpa perlakuan, dilakukan metode fermentasi selama 72 jam pada suhu 30°C. Fermentasi dilakukan dengan bantuan dari mikroorganisme lokal, seperti Lactobacillus plantarum (sebagai pemecah serat) dan Saccharomyces cerevisiae (sebagai pengurai protein).

Proses ini mengubah limbah tersebut menjadi simbiotik lokal yang dirancang untuk mengoptimalisasi gut microbiome ayam broiler. Fermentasi menghasilkan SCFA (Short Chain Fatty Acid) yang membantu menarik bakteri baik lain seperti Fidobacterium untuk mencapai homeostasis di usus.

Keunggulan Inovasi dan Manfaat bagi Peternakan

Keunggulan inovasi BioChick+ terletak pada kombinasi langsung antara ampas tahu dan kulit nanas, di mana penelitian sebelumnya cenderung menggunakan kedua bahan ini secara terpisah. Kombinasi ini memungkinkan enzim bromelin dari kulit nanas memecah protein kasar ampas tahu menjadi peptida yang lebih sederhana dan mudah dicerna oleh ayam, sehingga penyerapan nutrisi menjadi lebih baik.

Tantangan yang Dialami

Perbedaan fakultas
Anggota tim berasal dari dua fakultas berbeda, yaitu Farmasi dan Kedokteran Hewan, sehingga diperlukan penyesuaian waktu dan cara kerja dalam berkoordinasi.

Penyesuaian jadwal bimbingan
Tantangan muncul dalam menyesuaikan jadwal bimbingan dengan dosen pembimbing masing-masing yang memiliki agenda berbeda.

Perbedaan bidang ilmu
Adanya perbedaan latar belakang keilmuan membuat beberapa anggota perlu mempelajari konsep dasar dari bidang yang baru bagi mereka.

Harapan dan Kontribusi terhadap SDGs

Tim berharap ransum presisi Biochick+ ini dapat digunakan sebagai selingan atau dikombinasikan dengan pakan konvensional lainnya, seperti jagung atau padi-padian. Harapan utama adalah mendukung peternak dan industri dalam meminimalisir penggunaan Antibiotic Growth Promotor (AGP) untuk mencegah risiko resistensi antibiotik pada manusia, sejalan dengan kerangka kerja One Health. Tim juga berharap riset ini dapat dilanjutkan, mencapai tahap pembuatan prototype, menghasilkan luaran riset berupa jurnal ilmiah, serta dapat memproduksi dan memasarkan produk Biochick+.

Selain itu, karya ini juga merangkap beberapa poin Sustainable Development Goals (SDGs). Inovasi ini mendukung SDGs poin 3 (Good Health and Well-Being). Dengan meningkatkan imunitas dan kecernaan ayam melalui simbiotik, Biochick+ mengurangi kebutuhan akan antibiotik, yang berarti kesehatan ayam broiler yang baik akan memengaruhi kesehatan manusia yang mengonsumsinya. Ayam menjadi lebih sehat dan tidak mudah sakit, sehingga kebutuhan akan antibiotik berkurang. Inovasi ini juga ditujukan untuk pemenuhan permintaan konsumsi protein hewani, yang membuatnya berkaitan dengan SDGs poin 2 (Zero Hunger).

Dari sisi lingkungan, penggunaan limbah kulit nanas dan ampas tahu mendukung SDGs poin 13 (Climate Action), melalui pengurangan limbah dan emisi. Pendekatan ini juga konsisten dengan SDGs poin 12 (Responsible Consumption and Production) karena limbah dari konsumsi, seperti nanas, dapat diubah menjadi produk yang bermanfaat.