info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

FF UNAIR Gelar Seminar Nasional yang Kaji Inovasi Kebijakan dalam Menghadapi Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan

Universitas Airlangga selalu tanggap dan proaktif akan isu mengenai peredaran obat dan makanan di masyarakat dan inovasi kebijakan dalam menghadapi tantangan pengawasan obat dan makanan. Hal itu yang melatarbelakangi diadakannya seminar nasional yang dilangsungkan pada Kamis (13/4/2023) secara hybrid, baik luring di lantai 5 Gedung ASEEC maupun daring melalui media zoom dan live youtube. Acara ini dikemas apik oleh tim penyelenggara dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (FF UNAIR) dengan dihadiri oleh civitas akademika UNAIR serta masyarakat umum.

Seminar yang bertujuan untuk memperingati Hari Kesehatan Internasional ini dibuka oleh Prof. Dr.Mohammad Nasih., S.E.M.T.,A (Rektor Unair). Mengangkat tema “Inovasi Kebijakan dalam Menghadapi Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan”, pemaparan diawali dengan bagaimana penyebaran produk kefarmasian di Indonesia.

Kegiatan ini sukses digelar atas kerjasama antara FF UNAIR dengan Policy Innovation Center (PIC) Indonesia serta beberapa instansi lain seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Dengan suksesnya penyelenggaraan kegiatan ini, masyakarat dapat terdukasi dengan RUU POM serta memahami inovasi pengawasan obat dan makanan.

Kajian BPOM dalam Menyikapi Potensi Problematika

Menurut data BPOM, peredaran produk kefarmasian per tanggal 11 April 2023 di Indonesia terdiri dari obat sebesar 19.765, obat tradisional sebesar 26.511, suplemen makanan sebesar 8.272, makanan dan minuman sebesar 282.657, dan kosmetika sebesar 410.677.

“Dari penyebaran produk kefarmasian tersebut akan banyak potensi problematika yang terjadi di Indonesia, mengingat luasnya cakupan wilayah dan kondisi geografis dari kepulauan Indonesia,” ujar apt. Dra. Togi Junice Hutadjulu., MHA selaku Deputi BPOM.

Dalam hal ini, lanjutnya, BPOM melakukan sistem pendekatan pengawasan obat yang terdiri dari 3 layer, yaitu pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha. Masyarakat yang teredukasi inilah yang diharapkan mampu selektif dalam mengonsumsi obat.

Lemahnya Pengawasan Obat dan Makanan

Lebih lanjut, Prof. Dr. Bagong Suryanto M.Si selaku Dekan FISIP Unair juga menekankan adanya kelemahan dalam pengawasan obat dan makanan sehingga penggunaan obat yang tidak tepat dapat berbahaya. Menurutnya, obat tidak semata-mata diberikan, tetapi pasien juga harus aktif bertanya bagaimana reaksinya dan efek samping bagi tubuh sehingga hal tersebut harus diatur dalam perundang undangan.

“Setiap farmasis harus memenuhi kualitas, keamanan, dan khasiat sediaan farmasi agar distribusi dari obat itu sendiri dapat aman sampai di tangan orang yang tepat,” kata apt. Noffendri Roestam,SSi selaku Ketua Ikatan Apoteker Indonesia.

Menyetujui hal tersebut, Prof. Dr.Budi Santoso, dr.,Sp.OG.,Subs.F.E.R, Dekan FK Unair, mengatakan bahwa pernah terjadi KTD (Kejadian Tidak Diinginkan) akibat kurangnya pengawasan dan penegakan UUD yang berlaku.

Urgensi Masyarakat sebagai Pengendali Keamanan

Di penghujung acara seminar, Prof.apt.Junaidi Khotib, M.Kes,PhD selaku Dekan FF Unair menyoroti beberapa fakta yang terjadi pada masyarakat. “Salah satunya yaitu adanya risiko gangguan kesehatan pada anak yang mengonsumsi makanan yang dikemas dengan nitrogen cair (Cikibul) karena tidak adanya pengawasan dan perlindungan masyarakat,” ungkapnya.

Selain itu, Prof Junaidi juga memberikan inovasi dan beberapa pemecahan masalah dari problematika paparan di atas. Mulai dari suatu senyawa kimia yang dikembangkan,  berbagai macam pengujian, hingga obat dapat diujikan ke manusia.

“Dan tentunya ada penguatan kapasitas dan hukum karena masyarakat perlu pengendalian dan keamanan dari kualitas produk farmasi (obat, makanan, dan kosmetik). Selanjutnya, perlu adanya RUU pengawasan obat dan makanan, yang dapat  melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat,” pesan Junaidi.

 “Masyarakat yang teredukasi tentunya memiliki bekal akal dan pengetahuan yang baik sehingga dapat memilah mutu obat dan makanan yang baik, serta bisa memberi teladan bagi masyarakat lain,” tutup apt.Dra.Togi Junice Hutadjulu., MHA Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (BPOM).

 

Penulis : Widya (2022)
Editor : Titin (2021)
Dokumentasi: Audy (2022)