Kanker adalah penyebab kematian terbesar kedua setelah penyakit jantung. Menurut data dari World Health Organization (WHO) 2014, kanker payudara merupakan jenis yang paling umum diderita oleh wanita. Kanker payudara dikategorikan sebagai penyakit multifaktorial hasil interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
Fakta tersebut membuat banyak peneliti di dunia mencoba merancang kandidat obat anti kanker baru yang lebih efisien. Termasuk dengan melakukan modifikasi terhadap senyawa yang memiliki aktivitas sebagai anti kanker. Obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) juga mempunyai aktivitas menghambat enzim cyclooxy-genase-2 (COX-2) yang terdapat di berbagai jaringan kanker. Beberapa di antaranya adalah aspirin dan ibuprofen.
Guna memunculkan senyawa yang lebih spesifik, Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi (FF) Universitas Airlangga, melakukan modifikasi pada struktur obat yang sudah terbukti memiliki aktivitas sebagai anti kanker agar mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dengan toksisitas rendah. Penelitian ini dimotori oleh Prof. Dr. Tutuk Budiati, M.S., Apt., Prof. Dr. Suko Hardjono, M.S., Apt. dan Melanny Ika Sulistyowati S. Farm., M.Sc., Apt.
“Jadi, COX-2 adalah enzim pada jaringan kanker yang dapat meningkatkan proliferasi atau perkembangbiakkan sel kanker dan menghambat apoptosis atau kematian sel kanker. Pembuatan senyawa calon obat antikanker ditujukan untuk merusak COX-2 sehingga bisa menghambat penyebaran kanker,” ungkap Prof. Tutuk selaku ketua peneliti.
Dalam riset tersebut, Prof. Tutuk dan tim, memilih turunan dari Quinazolinonesebagai senyawa yang akan diuji karena memiliki aktivitas sebagai anti kanker. Pada senyawa tersebut ditambahkan beberapa gugus. Kemudian turunan senyawa akan disintesis sehingga menghasilkan senyawa murni. Lalu, senyawa akan didocking atau disesuaikan.
“Proses molecular dockingdilakukan melalui program dengan sistem komputasi. Setelah mendapatkan reseptor yang tepat untuk menggambarkan enzim COX-2. Komposisi reseptor dapat diperoleh di Protein Data Bank (PDB). Masing-masing senyawa yang kami dockingmempunyai energi ikatan dengan reseptor yang nilainya berbeda-beda. Energi ikatan ini disebut Re–rank Score (RS). Semakin kecil nilai RS, berarti ikatan dengan reseptor semakin stabil,sehingga diprediksi aktivitasnya juga semakin tinggi,” imbuh Prof. Suko.
Hasil dari penelitian ini adalah senyawa turunan Fenilkuinazoline. Tetapi, keduanya menegaskan apabila penelitian ini baru sampai pada tahapuji in silico (prediksi teoritis), yakni molecular docking dan sintesis senyawa murni saja. Mereka belum beranjak ke tahapan selanjutnya, seperti uji in vitro yakni pengujian menggunakan sel kanker. (*)
Penulis: Nabila Amelia
Editor: Nuri Hermawan
Sumber: UNAIR NEWS
link terkait artikel narasumber: