info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

Farmasi Tuan Rumah Simposium Internasional

(*). Fakultas Farmasi Universitas Airlangga didapuk sebagai local organizing committee (LOC) oleh IOCD (International Organization for Chemical Sciences in Development). Bersama Pokjanas TOI (National Working Group for Indonesian Medicinal Plant), Fakultas Farmasi Unair bekerja untuk menyelenggarakan simposium internasional di Hyat Hotel, Senin (9/4) lalu.

Sebanyak 200 ilmuwan dari 22 negara berkumpul jadi satu. Mendengar paparan dari 34 pakar dan mengamati sekitar 111 poster ilmiah. Berlangsung selama tiga hari berturut-turut, simposium kali ini, meliputi bidang biologi, ilmu kimia, farmakologi dan juga mencakup studi secara klinis terhadap tanam-tanaman di Asia.

Menurut sejarahnya, simposium ini dimulai sejak tahun 1996 di Zimbabwe, kemudian digelar di Panama, Ethiopia, Thailand, Mali, Brazil, dan akhirnya untuk tahun 2007 ini bertempat di Surabaya.

Berdasar keterangan Ketua pelaksana yang juga dosen Farmasi Unair, Dr. Wahjo Dyatmiko, peneliti dari Unair sendiri mecapai sekitar 20 orang, dan Farmasi Unair memang berusaha untuk tak sekedar menjadi tuan rumah. “Jadi penyelenggara, juga harus jago, bisa beri motivasi orang Unair untuk berkarya di sini. Diantaranya yang akan kami sampaikan adalah temuan tentang temu kunci dan sidaguri,” terang Wahjo Dyatmiko.

Selain menghadrikan peneliti kelas dunia, panitia juga berhasil mengundang puteri kerajaan Thailand, Prof. Dr. HRH. Princes Chulabhorn Mahidol, sebagai plenary lectures di awal acara. Kala itu, Princes Chulabhorn mengungkap beberapa penelitian yang dihasilkannya bersama Chulabhorn Research Institute. Diantaranya adalah pengungkapan secara ilmiah tentang manfaat eurycoma s.p., vinca nosea, dan simaroubaceae. Sementara untuk faedahnya, ada yang dapat digunakan sebagai anti kanker, obat perangsang, hingga untuk penurun demam. Menurut Princes Chulabhorn, di Thailand sendiri, sudah sekitar 60 % - 75 % dari obat anti kanker maupun infeksi berasal dari bahan tanaman (natural products).

Sementara Prof. Sjahrani yang kala itu hadir mewakil Rektor Unair memandang, sebenarnya kita sudah cukup mampu untuk melakukan seperti apa yang ada pada Chulabhorn Research Institute (CRI) itu. Hanya saja, permasalahan klasik kembali muncul. Diakuinya, asupan dana yang ada, dipandang masih kurang memadai untuk melakukan penelitian seperti yang ada di Thailand.

“Kalau dananya cukup, dipenuhi seperti di CRI, saya rasa kita juga mampu melakukan. Disamping itu, sosialisasi kita tentang tanaman obat masih kurang. Untuk pasak bumi misalnya, kita masih malu-malu mengkonsumsinya. Marketing kita masih lemah, sementara negara tetangga, malah gencar memasarkannya,” tandas Prof. Dr. Achmad Sjahrani, Apt.