Universitas Airlangga kembali menambah tenaga intelektualitasnya. Hal itu ditandai dengan telah dikukuhkan tiga orang Guru Besar lagi, pada Sabtu 22 Oktober 2011 kemarin. Tiga Professor baru itu dikukuhkan dalam Sidang Terbuka Senat Akademik Universitas (SAU) yang dipimpin langsung oleh Ketua SAU, Prof. H. Sam Soeharto, dr., SpMK.
Ketiga Guru Besar tersebut adalah Prof. Dr. Soegeng Soetedjo, Ak., Guru Besar bidang Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Prof. Dr. Noor Erma Sugijanto, MS., Apt. Guru Besar bidang Ilmu Kimia Farmasi pada Fakultas Farmasi, dan Prof. Dr. Bambang Prajogo EW., MS., Apt., Guru Besar ilmu Farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Masing-masing merupakan Guru Besar ke-402, ke-403 dan ke-404 sejak Universitas Airlangga berdiri.
Sedangkan sejak berstatus BHMN masing sebagai Guru Besar ke-110, ke-111 dan ke-112. Sehingga sejak 14 September 2006 Unair telah melakukan “release” 112 Guru Besar. Dalam Sidang Terbuka Senat Akademik Universitas Airlangga kemarin juga dihadiri oleh Rektor Universitas Airlangga Prof. Dr. H. Fasich, Apt., Wakil Rektor, para Dekan, MWA, serta dihadiri beberapa Guru Besar dari ITS, Unibraw, dan UGM.
Dalam orasinya berjudul ”Peran Perguruan Tinggi BHMN dalam Pembangunan Bangsa dengan Pendekatan Manfaat Informasi”, Prof. Soegeng Soetedjo mengatakan, otonomi perguruan tinggi yang diwujudkan dalam PT-BHMN merupakan entitas yang tidak berorientasi pada laba dalam beberapa hal mempunyai persamaan dan perbedaan dengan organisasi yang berorientasi laba. Sehingga pengelola organisasi yang tidak berorientasi laba pun tetap harus menerapkan prinsip dan azas yang mendukung operasional secara efisien dan efektif dalam upaya pencapaian misi organisasi. Sehingga PT-BHMN Universitas Airlangga sebagai lembaga pendidikan yang tidak berorientasi laba maka pandangan teori enterprise lebih cocok, karena teori ini memandang entitas sebagai unit yang lebih luas, dan memandang entitas sebagai “kendaraan” untuk memenuhi manfaat bagi lingkungan sosialnya. Misalnya peranan SPI (Satuan Pengawas Internal) sebagai organ organisasi universitas, disamping melakukan audit keuangan maka audit lebih dikembangkan untuk melakukan audit menajemen, yaitu bukan hanya berorientasi pada hasil atau output kegiatan, namun lebih memberikan sinyal secara dini (early warning) untuk mengarahkan kegiatan sesuai tujuan semula.
Menurut Prof. Soegeng Soetedjo, hanya perguruan tinggi yang dikelola secara mandiri yang dapat menghasilkan informasi berkualitas seperti yang disarankan dalam konsepsi akuntansi, sehingga dapat bermanfaat bagi pertanggungjawaban manajemen dan pengukuran kinerja perguruan tinggi. “Harapan saya, RUU Perguruan Tinggi yang sedang digodog menghasilkan undang-undang yang akan memayungi perguruan tinggi yang berbadan hukum,” katanya.
Bebas dari Ketergantungan
Kemudian Prof. Dr. Noor Erma Sugijanto, MS., Apt., dalam pidato ilmiah bertajuk “Produksi Bahan Bioaktif Berkhasiat Obat Menggunakan Jamur Endofit,” menjelaskan, endofit merupakan sumber bahan alam bioaktif berharga sebagai antimikroba, antikanker, antivirus, insektisida, enzim dan beragam manfaat yang lain. Berdasarkan situasi saat ini dan tren masa depan, bangsa Indonesia memerlukan pengembangan ilmu dan keilmuan bukan hanya untuk pengembangan keilmuan saja tetapi juga untuk membebaskan bangsa Indonesia dari ketergantungan produk negara lain.
Khususnya dalam hal obat, saat ini ketergantungan terhadap bahan baku dari negara lain mencapai 95%, dengan nilai impor tahun 2007 mencapai 211,7 juta US Dolar atau 59% diantaranya bahan baku antibiotik. “Mengingat kondisi tersebut maka upaya untuk membangun kemandirian dalam pemenuhan bahan baku obat harus menjadi prioritas kita bersama dan melibatkan akademisi, dunia usaha, dan pemerintah,” kata Prof. Erma, panggilan akrabnya.
Universitas Airlangga sebagai sebagai Universitas berperingkat 451-500 dunia atau 86 Asia, semua sivitas akademikanya terus berusaha berkontribusi untuk menjawab tantangan masalah yang dihadapi bangsa disamping bekerja keras untuk meningkatkan kualitas dan daya saing bangsa. Berbagai keterbatasan dan hambatan hendaknya tidaklah menyurutkan langkah yang telah dimulai. “Insya Allah pekerjaan yang diawali dengan niat baik dan dilakukan dengan sungguh-sungguh pada saatnya nanti Allah SWT akan memberinya buah manis berupa keberhasilan,” katanya.
Kontrasepsi KB Pria
Tentang potensi tanaman obat Indonesia juga disorot oleh Prof. Bambang Prajogo. Melalui orasi ilmiahnya dengan topik “Pendekatan Etnomedisin untuk Pengembangan Obat Kontrasepsi Pria dari Bahan Alam”, menyatakan bahwa potensi tanaman obat Indonesia sebenarnya sangat menjanjikan untuk penemuan obat baru. Hal ini didukung keanekaragaman hayati, antara lain 15,3% diantaranya terdapat di Indonesia.
Dalam masalah tanaman Indonesia bahkan berada di urutan kedua setelah Brasil, terdapat 30.000 jenis termasuk tanaman berbunga, 7.000 jenis termasuk tanaman obat, serta 1000 jenis telah diidentifikasi mempunyai khasiat pengobatan.
Pendekatan etnomidisin merupakan langkah cepat untuk menginventarisir tanaman obat yang selama ini digunakan berdasarkan empiris, disamping informasi khasiat nilai tambah lain seperti tokisitas dan keamanan dari penggunaannya. Berdasar pada penggunaan itulah pada zaman dulu dikenal pengobatan diri sendiri dari tanaman berkhasiat obat. Salah satu diantaranya upaya penurunan kesuburan pria di Papua dengan mengonsumsi rebusan daun Justicia Gendarussa.
Terkait dengan pengobatan “tradisional” itu, Dr. Bambang Prajogo mulai meneliti daun Gendarussa sejak tahun 1987, dan sekarang sudah dilaksanakan uji klinik dengan mekanisme enzimatis (non-hormonal). Pada fase I ditekankan pada segi keamanan yang telah melibatkan 36 subyek sehat. Sedang pada fase II melibatkan 120 PUS (Pasangan Usia Subur) dan sekarang sedang dilakukan uji klinik fase III.
Hasil yang diperoleh bahwa terhadap bahan uji dari data klinik aman, dan hasil paparan 100% tidak terjadi kehamilan. Sebagai konsekuensi obat KB yang dipersiapkan maka jaminan aman, mutu, khasiat menjadi mutlak untuk diikuti. Dukungan pemerintah dan swasta tidak saja fasilitas dan sumberdaya telah diperoleh dan dilanjutkan sampai benar-benar menjadi produk.
Model penelitian dari hulu sampai hilir ini yang banyak sekali melibatkan kolaborasi dengan institusi nasional dan internasional dan multidisiplin yang diterapkan dalam penelitian ini ternyata sangat banyak membantu. “Harapan kami kedepan, bahwa penelitian ini bisa memberikan bahan pembelajaran pada sector pendidikan yang terkait dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan obat-obatan herbal,” kata Prof. Bambang Prajogo EW.