info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

Farmasi Kukuhkan Dua Guru Besar

(*). Fakultas Farmasi Universitas Airlangga terus berhasil mencetak sumber daya andalan. Sabtu (26/6) 2004, dua Guru Besar baru dari Fakultas Farmasi Unair telah dikukuhkan. Keduanya dikukuhkan dalam sebuah upacara pengukuhan jabatan Guru Besar di lingkungan Unair. Seremoni akademik tersebut dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di Aula FK, Kampus A, Unair.

Mendapat kehormatan sebagai Profesor Airlangga, pada kesempatan itu Prof. Dr. Achmad Syahrani, Apt., MS., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Kimia Organik / Biosintesis. Prof. Syahrani dikukuhkan bersama Prof. Dr. Purwanto, Apt., sebagai Guru Besar dalam bidang ilmu Kimia Medisinal.

Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Dr. Achmad Syahrani, Apt., MS., menyampaikan pandangan mengenai “Produksi Biomaterial Baru Secara Biotransformasi Dengan Kultur Suspensi Sel Tanaman”. Guru Besar Biosintesis ini menerangkan, selain mampu memproduksi senyawa metabolit sekunder tertentu, sistem kultur sel tanaman ternyata juga mampu melakukan sintesis terhadap senyawa-senyawa kimia sebagai substrat eksogen yang dimasukkan ke dalam kultur dengan reaksi-reaksi tertentu, sebagaimana transformasi yang biasa dilakukan secara kimia.

Secara alami, disamping menghasilkan senyawa-senyawa yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan, semisal karbohidrat, lemak, dan protein, yang disebut juga sebagai metabolit primer. Dalam hal ini, tanaman juga menghasilkan senyawa yang disebut sebagai metabolit sekunder. Oleh peneliti, diyakini kegunaannya sebagai mekanisme detoksifikasi tanaman terhadap toksin yang ada di lingkungannya, sekaligus sebagai mekanisme perlindungan diri.

Menurut Prof. Syahrani, senyawa metabolit sekunder dengan beragam jenis dan struktur kimianya dapat digunakan sebagai bahan obat dan kosmetik. Ternyata, banyak jenis reaksi yang mampu dilakukan oleh sistem kultur sel tanaman. Untuk senyawa eksogen bagi tanaman, profil produk biotransformasinya sangat tergantung pada struktur dan lingkungan gugus fungsi pada molekul senyawa tersebut. Biotransformasi dengan kultur sel tanaman bersifat enzimatis, sehingga reaksinya selektif dan spesifik. Hal ini terkait dengan struktur kiral dari protein enzim. Dengan demikian, produk biotransformasinya bersifat stereo spesifik dan region atau enantio selektif.

Prof. Syahrani menjelaskan, penggunaan kultur sel tanaman Indonesia, telah berhasil melakukan biotransfromasi terhadap beberapa senyawa substrat eksogen. Antara lain, salisilamida, salisil alkohol, asam orto dan para serta N-asetil para amino benzoat, asam meta dan N-asetil meta amino benzoat, diosegnin, hidrokuinon, dan resorcinol menjadi konjugat glikosilnya. Produk biotransformasi berupa mono, di dan tri glikosida serta glukosil ester telah dilaporkan dan dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah internasional sebagai senyawa baru (novel compound).

Dari uraian yang ada, diketahui bahwa pendekatan bioteknologi tanaman memberi harapan baru dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan akan senyawa kimia alami (metabolit sekunder) yang makin meningkat permintaannya di pasar dunia. Meskipun banyak kendala, beberapa sistem kultur sel tanaman sudah berhasil dikomersialkan. Teknik biotransfromasi dengan menggunakan kultur sel tanaman telah pula menunjukkan andil dalam memproduksi senyawa biomaterial yang baru.

Sementara Prof. Purwanto, sebagai Guru Besar dalam bidang ilmu Kimia Medisinal, berkesempatan menyampaikan beberapa pandangannya. Mantan Dekan Fakultas Farmasi Unair ini menyampaikan pidato mengenai “Model Hambatan Reaksi Enzimatik Sebagai Dasar Penemuan Senyawa Penuntun Dalam Rancangan Obat”. Menurut Prof. Purwanto, enzim merupakan golongan protein yang mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia. Dalam tubuh manusia, dikandung enzim yang dapat mengkatalis substrat tunggal atau kelompok substrat.

Untuk rangkaian alur metabolik yang terpadu, setiap tahap reaksi diperlukan enzim spesifik yang aktivitas enzimatiknya berlangsung secara runtut, terpadu serta terkontrol dalam menghasilkan metabolit yang diperlukan untuk kelangsungan fungsi sel. Enzim sangat peka terhadap senyawa atau gugus senyawa yang mengikatnya. Bila keberadaan senyawa atau gugus senyawa tersebut berdampak pada terhambatnya aktivitas enzim dalam mengkatalis substrat, maka senyawa tersebut disebut inhibitor.

Dasar model yang disampaikan Prof. Dr. Purwanto, Apt. ini adalah untuk penemuan senyawa penuntun dalam merancang obat, yakni pada model metabolit yang dapat mengganggu kesehatan, atau secara esensial diperlukan guna pertumbuhan sel bakteri atau kanker. Menurut dosen teladan tahun 1986 ini, rancangan inhibitor dilakukan dengan cara mengembangkan analog inhibitor untuk kepentingan klinik.

Proses rancangan obat dimulai dengan identifikasi dan karakterisasi enzim sasaran, struktur substrat, serta tipe inhibitor. Melalui rancangan obat, diharapkan dapat membuka cakrawala yang lebih luas untuk penemuan senyawa baru yang dapat digunakan sebagai obat. Antara lain dipergunakan untuk antikanker, anthipertensi, antilipemik, antikonvulsan, antiulcer, antiradang, antibakteri, antiprotozoa, serta antivirus.