Ilustrasi Artikel Ilmiah oleh Feri Fenoria
UNAIR NEWS – Masyarakat tentu sudah tidak asing lagi jika mendengar istilah ibuprofen dalam dunia kesehatan. Ibuprofen merupakan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang berfungsi sebagai pereda rasa sakit, serta mengurangi peradangan, demam, dan pegal akibat flu. Di pasaran, obat ini kerap dijumpai dalam bentuk sirup, kapsul, maupun tablet.
Tablet adalah sediaan obat berbentuk padat yang banyak digunakan oleh masyarakat karena dapat diperoleh dengan harga yang relatif terjangkau serta dikemas dengan praktis sehingga mudah untuk dibawa kemana saja. Setiap harinya, industri farmasi mampu memasok jutaan tablet atau kapsul ibuprofen ke masyarakat. Guna mencapai target produksi tersebut, diperlukan formulasi handal dan proses produksi secara tepat.
Akan tetapi, di lapangan seringkali terjadi kendala yang menyebabkan produksi tablet ibuprofen terhambat. Berangkat dari persoalan itu, Prof. Dr. Dwi Setyawan, S.Si., M.Si., Apt., bersama rekannya yakni Dr. Dewi Isadiartuti, M.Si., Apt., beserta dua mahasiswanya, Diajeng Putri Paramita, S.Farm., Apt., M.Si., dan Sita Desti Bestari, S.Farm., Apt. memutuskan untuk mencari tahu kendala pada proses produksi tablet di industri farmasi.
Setelah melakukan kajian, telaah pustaka sekaligus eksperimen laboratorium, pengajar di Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi (FF), Universitas Airlangga itu menemukan hasil bahwa keberadaan golongan stearate yang umumnya digunakan sebagai pelicin (lubricant) pada formulasi ibuprofen justru menjadi penyebab terhambatnya produksi.
“Golongan stearate mengakibatkan peristiwa eutektikum atau menurunnya titik lebur ke tingkat yang lebih rendah karena interaksi ibuprofen dengan stearate. Jika pembuatan tablet menghindari penggunaan golongan ini, proses produksi bisa berjalan lebih lancar,” ujar laki-laki yang juga berprofesi sebagai konsultan formulasi di industri farmasi tersebut.
Menurunnya titik lebur akan mengakibatkan formulasi ibuprofen menjadi cair. Hal itulah yang menyebabkan kompresi tablet atau filling kapsul terhambat. Oleh sebab itu, sediaan tablet dan kapsul ibuprofen sebaiknya menghindari golongan stearate agar produksi berjalan lebih lancar. Dia lantas menggunakan lubricant jenis lain seperti talk atau aerosil.
“Kalau proses produksi tak berjalan baik, maka kualitas obat ikut buruk serta tidak lolos quality control. Padahal, satu kali produksi obat biayanya bisa mencapai ratusan juta. Belum ada yang meneliti mengenai hal ini sehingga pengatasan beberapa masalah di industri farmasi banyak dilakukan dengan coba-coba,” kata Wakil Dekan II FF UNAIR ini.
Dia menuturkan, pembuatan tablet atau kapsul, harus memiliki formula yang terdiri dari bahan aktif, bahan eksipien, bahan pengikat, bahan penghancur, bahan pengisi, lubricant serta pelincir. Hal itu bertujuan agar tablet atau kapsul dapat hancur ketika masuk ke tubuh kemudian larut hingga menimbulkan efek farmakologis (khasiat) bagi penderita. Disamping itu, formula yang handal akan menjamin proses produksi cepat dan tepat. (*)
Penulis : Nabila Amelia
Editor : Khefti Al Mawalia
Sumber :
Dwi Setyawan, Dewi Isadiartuti, Sita Desti Betari, Diajeng Putri Paramita. 2016. Physical Characterization of Ibuprofen-Stearic Acid Binary Mixture Due to Compression Force. Indonesian Journal of Pharmacy, Vol 27 No 1.
https://indonesianjpharm.farmasi.ugm.ac.id/index.php/3/article/view/1031