info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

KIMIA MEDISINAL DAN PERANANNYA DALAM PENGEMBANGAN OBAT BARU

Prof. Dr. Bambang Tri Purwanto, MS., Apt.  berikan orasi ilmiah pada sidang pengukuhan guru besar

Prof. Dr. Bambang Tri Purwanto, MS., Apt.  berikan orasi ilmiah pada sidang pengukuhan guru besar

Fakultas Farmasi Universitas Airlangga terus berhasil mencetak sumber daya andalan. Hari ini, Kamis, 8 April 2021, satu Guru Besar baru di bidang Kimia Medisinal dari Fakultas Farmasi Unair telah dikukuhkan, yaitu Prof. Dr. Bambang Tri Purwanto, MS., Apt. dalam sebuah upacara pengukuhan jabatan Guru Besar di lingkungan Unair. Seremoni akademik tersebut dimulai sekitar pukul 08.30 WIB, bertempat di Gedung Rektorat Universitas Airlangga, Kampus C, Unair. Prof. Dr. Bambang Tri Purwanto, MS., Apt. merupakan guru besar ke 26 di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.


Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Dr. Bambang Tri Purwanto, MS., Apt., menyampaikan pandangan mengenai "KIMIA MEDISINAL DAN PERANANNYA DALAM PENGEMBANGAN OBAT BARU". Guru Besar Kimia Medisinal ini menerangkan, Kimia Medisinal merupakan salah satu materi ilmu wajib dalam pendidikan tinggi farmasi yang dapat memberikan ilustrasi bagaimana cara-cara mengembangkan obat baru, sedangkan dalam industri farmasi atau kimia merupakan salah satu bidang utama dalam penelitian pencarian bahan obat baru.  Setelah Perang Dunia II, nama “kimia medisinal” secara spesifik diperkenalkan, namun konsep awal penggunaan bahan kimia obat (kimia medisinal) yang telah digunakan untuk mengobati penyakit dapat dirunut sebagai berikut, sebagai contoh tahun 2100 SM penggunaan opium oleh masyarakat Sumerian dan pada tahun 3000 SM penggunaan herba ma huang (efedra) untuk mengatasi batuk atau gejala sakit influenza oleh masyarakat Cina kuno.

Di India yang sangat terkenal aadalah penggunaan herbal kunir (Curcuma longa L). Setelah perang dunia kedua, desain obat secara rasional mulai dilakukan, para ilmuwan secara bertahap memulai untuk memanipulasi berbagai bagian dari molekul obat dan mengamati perubahan yang dihasilkan dalam aktivitas biologisnya. Hal tersebut memungkinkan para ilmuwan untuk menentukan struktur molekul penting yang diutamakan dari suatu molekul yang berkontribusi pada aktivitas biologisnya.

Penelitian ini kemudian berkembang menjadi studi hubungan struktur-aktivitas, yang masih menjadi bagian utama yang digunakan dalam penemuan dan pengembangan obat baru, serta sering dinyatakan sebagai kimia medisinal. Menurut beberapa ahli kimia medisinal, ada batasan-batasan pada bidang ilmu kimia medisinal, dan ilmu kimia medisinal merupakan multidisiplin, sehingga diperlukan kolaborasi dalam melakukan pengembangan senyawa obat baru. Ilmu Kimia Medisinal tidak hanya diberikan  sebagai materi wajib pendidikan tinggi farmasi di Indonesia, tetapi di negara-negara maju pun juga diberikan hanya dikenal dengan nama yang berbeda.

Prof. Dr. Bambang Tri Purwanto menyampaikan bahwa makin bervariasinya jenis penyakit, belum adanya  obat yang spesifik untuk penyakit tertentu, banyaknya kuman-kuman yang sudah kebal terhadap obat-obat tertentu, dan ditemukannya berbagai efek samping akibat pemakaian obat-obat menyebabkan meningkatnya tuntutan dalam bidang kefarmasian dalam menemukan obat-obat baru. Hal tersebut mendorong penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan struktur obat yang telah ada atau mencari dan menemukan obat baru. Penemuan obat baru tersebut bertujuan untuk pengobatan suatu jenis penyakit tertentu, meningkatkan efektivitas dan keterandalan obat, menurunkan efek samping atau toksisitas, meningkatkan selektivitas obat dan meningkatkan kenyamanan pemakaian obat.  Pengembangan obat untuk dapat menemukan obat baru pada saat ini diperoleh dengan cara mengembangkan senyawa yang sudah diketahui aktivitasnya dan kemudian dapat digunakan sebagai senyawa induk, sehingga hal ini dapat menekan biaya. Langkah berikutnya adalah melakukan rancangan obat dengan cara memodifikasi molekul senyawa induk untuk memperoleh senyawa obat baru dengan aktivitas yang lebih baik dan efek samping minimal. Ada dua pendekatan dalam melakukan rancangan obat yang rasional yaitu berbasis pada ligannya atau rancangan obat secara tidak langsung dan yang kedua adalah berbasis pada strukturnya atau rancangan obat secara langsung.

 Prof. Dr. Bambang Tri Purwanto menjelaskan bahwa pada pengembangan senyawa bahan obat baru yang merupakan rekayasa struktur molekul obat, tidak dapat dilepaskan dari sifat kimia fisika nya, karena dengan adanya perubahan struktur molekulnya maka akan berubah pula sifat-sifat kimia fisikanya, sehingga prediksi yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan aktivitas biologis dari senyawa bahan obat baru tersebut. Tahap awal dalam pengembangan senyawa bahan obat baru atau dikenal dengan rancangan obat adalah mencari senyawa induk atau ada juga yang menyebut senyawa penuntun dimana didalam strukturnya mengandung gugus farmakofor yaitu gugus inti senyawa yang tidak boleh hilang karena gugus ini yang akan berinteraksi dengan reseptornya dan memberikan aktivitas biologis. Tahap berikutnya adalah melakukan modifikasi atau manipulasi struktur molekulnya, adanya penambahan gugus lain yang dikombinasikan dengan gugus farmakofor tersebut akan merubah sifat kimia fisikanya yang mana akan menghasilkan senyawa bahan obat baru dengan aktivitas biologisnya yang lebih baik, lebih spesifik dan memiliki efek samping minimal.

Pengembangan senyawa bahan obat baru lain saat sekarang menggunakan pemodelan molekul dengan program komputer sebelum dilakukan proses sintesis senyawa tersebut dengan tujuan dapat diprediksi lebih awal aktivitas biologis , data farmakokinetika (ADME) dan toksisitas nya. Rekayasa struktur molekul senyawa bahan obat baru dilakukan dengan program komputer, kemudian dapat diprediksi perubahan nilai parameter kimia fisikanya, setelah dilakukan proses interaksi senyawa bahan obat baru tersebut dengan reseptornya yang paling sesuai melalui proses doking akan diperoleh prediksi aktivitas biologisnya. Perubahan nilai farmakokinetika (ADME) dan toksisitas dapat juga diprediksi dengan menggunakan program komputer, sehingga senyawa bahan obat baru yang akan dikembangkan benar-benar sudah teruji secara virtual dan dapat dilanjutkan dengan proses sintesis untuk dapat menghasilkan senyawa bahan obat baru tersebut. Hal ini akan mengurangi proses pengembangan senyawa bahan obat baru secara trial and error, sehingga akan lebih menghemat biaya dalam pengembangan senyawa bahan obat baru.

Dalam melaksanakan pengembangan senyawa bahan obat baru ini perlu adanya kolaborasi dengan bidang-bidang ilmu yang lain, kimia organik, farmakologi, farmakokinetika, biokimia, kimia analisis, imunologi, toksikologi, statistik, dan bidang ilmu lain yang dapat bersinergi dengan kimia medisinal. Tujuan akhir dari pengembangan senyawa bahan obat baru ini adalah dapat diperoleh nya senyawa bahan obat yang lebih aktif, spesifik dan efek samping yang minimal, hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian hubungan struktur senyawa obat dengan aktivitasnya, yang mana struktur senyawa obat dapat diwakili oleh parameter sifat kimia fisika yang kemudian dihubungkan dengan aktivitas biologisnya melalui perhitungan statistik, sehingga dapat diperoleh persamaan statistik berupa hubungan yang linier atau parabolik dan dapat diketahui parameter apa yang paling dominan yang sangat berpengaruh dalam menimbulkan aktivitas biologisnya. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikembangkan senyawa seturunan dengan aktivitas biologis yang optimal, sehingga seperti uraian diatas akan mengurangi faktor trial and error.

Departemen  Ilmu Kefarmasian Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, sejak tahun 1987 para staf pengajar yang terkait bidang ilmu Kimia Medisinal telah banyak melakukan pengembangan obat , berbagai senyawa bahan aktif obat telah dibuat dengan cara sintesis, pengembangan turunan antibiotika ampisilin dan amoksisilin, kemudian dilanjutkan pengembangan bahan obat turunan urea sebagai penekan susunan saraf dan antikanker, kemudian turunan asam salisilat, asam antranilat dan para aminofenol sebagai anlgesik. Salah satu contoh hasil riset pengembangan obat baru penekan saraf pusat dan interaksinya dengan reseptor ditunjukkan pada Gambar 1. Pengembangan senyawa bahan obat aktif tersebut sebagai upaya memperoleh turunan baru dari senyawa asal dengan aktivitas biologis yang lebih tinggi, efek samping rendah dan apabila dimungkinkan selektif. Selain pengembangan obat yang telah dilakukan berkolaborasi dengan mahasiswa tingkat sarjana dan pascasarjana, sehingga banyak senyawa-senyawa bahan aktif obat telah dapat dihasilkan.

Pengembangan senyawa bahan obat baru tidak terbatas hanya pada senyawa kimia murni saja, tetapi sekarang ini sudah dilakukan penelitian yang bekerja sama dengan para peneliti dari bahan alam guna mengembangkan bahan-bahan obat yang berasal dari alam, bisa dari senyawa aktif yang berasal dari tanaman ataupun dari hewan.

Berdasarkan uraian diatas, terlihat pentingnya peran ilmu Kimia Medisinal sebagai materi wajib pada pendidikan tinggi farmasi yang akan mempersiapkan lulusannya menjadi seorang professional pada bidangnya. Pengembangan lebih lanjut dari ilmu Kimia Medisinal sangat diperlukan guna menunjang program pengembangan senyawa bahan obat baru untuk bisa mengatasi masalah kesehatan yang belum dapat teratasi. Prof. Dr. Bambang Tri Purwanto berharap dapat terjalin kolaborasi dari para peneliti dibidang Kimia Medisinal yang ada di Indonesia maupun yang ada di negara maju, kemudian adanya kemudahan dalam memperoleh pustaka, program komputer, bahan-bahan kimia, selanjutnya adalah bisa terwujud kerjasama penelitian dengan bidang lain utamanya dengan peneliti dalam bidang bahan alam guna mengembangkan potensi senyawa aktif bahan alam sehingga akan memperkaya khasanah bahan-bahan obat baru.

Gambar 1:   Interaksi ligan dengan reseptor dalam bentuk 2 dimensi (2D) untuk senyawa N-benzoil-N’-fenilurea (a); Senyawa turunan N-(4-tersierbutilbenzoil)-N’-fenilurea-LKM 51 (b); Senyawa pembanding bromisoval (c).