info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

Webinar Farmasi UNAIR Bedah Proses Uji Klinis dan Pengembangan Obat COVID-19

 

Webinar Farmasi UNAIR Bedah Proses Uji Klinis dan Pengembangan Obat COVID-19 - prof siswandono - presentasi

Gambar : UNAIR News

UNAIR NEWS – Salah satu hal yang paling ditunggu dalam masa pandemi COVID-19 adalah produksi obat dan antivirus yang hingga kini masih dalam tahap pengembangan maupun uji klinis. Demi membagikan informasi dan pengetahuan terkait hal tersebut, Fakultas Farmasi (FF) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar seri webinar yang bertajuk Pengembangan Produk Obat Baru untuk Penanganan COVID-19. Webinar ini adalah webinar ke-5 dari rangkaian Webinar Series Faculty of Pharmacy, Universitas Airlangga


Acara yang digelar pada Senin (3/8/2020) tersebut dibuka oleh Dekan FF Prof. Dr. Umi Athiyyah, MS., Apt. yang menyebut tenaga farmasi sebagai experts on drugs yang berperan vital dalam usaha penanganan COVID-19. Mengingat, UNAIR yang telah memiliki tanggung jawab dan kontribusi yang besar selama pandemi, baik tenaga farmasi UNAIR diharapkan mampu secara progresif melakukan inovasi klinis.


Pada kesempatan pertama, Prof. Dr. apt. Siswandono, M.S. selaku Guru Besar Kimia Medisinal FF membagikan materi yang menyoroti bagaimana pengembangan molekul baru sebagai kandidat obat COVID-19. Salah satu bahan asal Indonesia yang menurutnya memiliki potensi menjadi obat antivirus COVID-19 adalah rimpang dari tanaman temu kunci.


“Rimpang tanaman temu kunci punya kandungan pinostrobin 1 – 2%, artinya efek antivirus-nya tinggi. Pinostrobin umumnya bisa menghambat herpes simplex virus-1. Hal tersebut bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi senyawa yang ampuh melawan COVID-19.” katanya.


Sementara itu, Guru Besar Ilmu Farmasetika Prof. Dr. apt. Dwi Setyawan, M.Si membawakan materi mengenai riset dan pengembangan produk farmasi guna penanganan COVID-19. Menurutnya dalam pengembangan obat antivirus COVID-19, selain harus melalui seleksi yang ketat, tenaga farmasi juga harus memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai API (bahan aktif) dan excipients.


“Pengetahuan tentang dua hal itu penting agar di masa depan tidak terjadi kejutan atau kalau istilah jawa-nya, getun. Karena keduanya mampu mempengaruhi kestabilan dan keberlajutan produk farmasi.” ujar Wakil Dekan II FF UNAIR tersebut.


Baginya, sebuah produk farmasi tidak akan cukup baik dengan hanya lulus serangkaian pengujian. Produk farmasi harus memiliki mutu jangka panjang yang terkait dengan ketahanan, kualitas, dan konsistensi kemampuan untuk mengobati. Dalam bahan obat contohnya, para ahli harus memperhatikan nama kimia, struktur kimia, BM, kemurnian, efek terapeutik, hingga perkiraan dosis.


Selanjutnya pada materi terakhir, Wakil Rektor IV UNAIR yang juga Guru Besar Biofarmasetika FF UNAIR Prof. apt. Junaidi Khotib, M.Kes., Ph.D membagikan informasi mengenai uji preklinik dan klinik pengembangan obat COVID-19. Prof. Junaidi mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pengembangan obat COVID-19 dibanding obat lain.


Apabila proses pengembangan obat biasa membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya, proses uji klinik obat COVID-19 memiliki tahapan tersendiri dalam keadaan darurat. Tahapan tersebut dimulai dengan target, pre-klinil, dan partner. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan klinik dan safety efficacy, lalu diikuti pengembangan, scale-up produk uji dan yang terakhir adalah skala industri.


“Tahapan uji klinik tersebut dilakukan oleh solidarity trial berbagai negara yang progresnya kemarin telah mencoret chloroquine dan lopinavir dari daftar bahan potensi obat. Begitu juga dengan landscape pengembangan obat UNAIR. Hampir serupa.” ungkap expert member standarisasi produk obat dan PKRT BPOM RI tersebut.


Dalam webinar yang dimoderatori oleh Dr. apt. Retno Sari, M.Sc. tersebut, para pemateri turut mengatakan bahwa para ahli farmasi kini tengah bekerja keras untuk mengembangkan obat COVID-19 secepat mungkin. Akan tetapi perlu diingat bahwa lamanya proses pengembangan juga terjadi karena mereka benar-benar memperhatikan kualitas obat bagi pasien secara keseluruhan. Maka dari itu, baik masyarakat maupun tenaga farmasi harus memiliki pemahaman yang tepat mengenai pengembangan obat antivirus COVID-19.


Penulis: Intang Arifia
Editor: Feri Fenoria