info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

Masker langka, apa yang harus kita lakukan?

Sebagai mahasiswa farmasi tentunya terpengaruh, dong, dengan fenomena ini? bagaimana tidak? Hampir setiap hari kita dihadapkan dengan praktikum—bahkan, ada juga yang praktikum sampai enak kali dalam seminggu, sedangkan hari efektif kuliah hanya lima hari!—dan masker merupakan salah satu alat pelindung diri yang hukumnya sunnah muakad. Namun,  akhir-akhir ini, masker menjadi langka keberadaannya. Sekalipun ada, harganya menjadi tidak masuk akal. Satu boks masker yang semula harganya hanya Rp18.000,00/box naik hingga Rp300.000,00/box! Jauh sekali, bukan? Padahal dengan nominal sekian dapat dipakai untuk jatah makan seminggu.

Mengapa, sih, harga masker bisa naik?

Dalam ilmu ekonomi, dikenal hukum permintaan. Dalam hukum itu, disebutkan bahwa apabila harga suatu produk naik, maka jumlah permintaan terhadap barang tersebut akan menurun. Akibat dari Corona outbreak, masyarakat menjadi panik dan merasa sangat perlu untuk melindungi diri dari wabah, sehingga permintaan terhadap masker pun melonjak secara tiba-tiba(terjadi excess demand). Titik equilibrium yang semula berada di titik E, lalu bergeser ke titik E’. Sedangkan, supply (S) dari produsen stagnan atau naik, tetapi tidak sebanyak demand. Akibatnya, penjual perlahan-lahan akan menaikkan harga untuk menekan demand. Kepanikan masyarakat ini pula yang dimanfaatkan sejumlah oknum penjual masker untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Para oknum ini sengaja menimbun masker yang kemudian dijual dengan harga selangit. Apa yang dilakukan para oknum ini tentunya sangat merugikan masyarakat.

Apabila tidak ada gerakan masif yang menghentikan perbuatan para oknum, dalam jangka waktu yang lama, masker akan tetap langka dan harganya menjadi semakin tidak masuk akal walaupun produsen tidak menaikkan harga masker. Oleh karena itu, intervensi pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengembalikan harga masker ke angka normal. Bagaimana caranya? Pemerintah dapat berkaca dari Korea Selatan, misalnya. Di Korea Selatan, masker di pasaran dipatok dengan harga tinggi namun pemerintah Korea Selatan menjual masker dengan harga jauh lebih murah daripada pasaran. Atau belajar dari Singapura yang mana pemerintahnya membagikan masker secara gratis kepada masyarakat. Akibatnya, masker buakn lagi menjadi barang yang langka dan harga masker dapat kembali ke angka normal. Selain itu, pemerintah juga dapat membuat kebijakan dengan penetapan Harga Eceran Tertinggi untuk penjualan masker sehingga penjual tidak dapat menjual masker dengan harga diatas ketetapan pemerintah.

Lalu, apa yang harus kita lakukan sebagai mahasiswa?

Pertama, menggunakan masker dengan hemat. Maksudnya, apabila memang tidak sakit, tidak perlu menggunakan masker kecuali saat praktikum. Kedua, memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak panic buying, sehingga tidak perlu menggunakan masker apabila dalam keadaan sehat. Masker hanya digunakan untuk orang sakit dan petugas medis yang memang memiliki risiko lebih tinggi dalam paparan penyakit. Sebagai gantinya, masyarakat perlu dihimbau untuk mencuci tangan hingga bersih, menggunakan hand sanitizer, dan selalu menjaga kesehatan tubuh dengan mengonsumsi makanan yang sehat serta beristirahat yang cukup.

 

Tasya sherina/Jihan, Farmapos 2020