info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

Rekomendasi Profesor Baru UNAIR untuk Tingkatkan Kepatuhan Penggunaan Obat

Prof. Dr. Umi Athiyah M. S., Apt. saat menyampaikan orasi guru besar di Aula Garuda Mukti Kampus C UNAIR, Kamis (12/9/2019). (Foto: Bambang BES.)

UNAIR NEWS – Prof. Dr. Umi Athiyah M. S., Apt. menjadi salah satu dari tiga guru besar Universitas Airlangga (UNAIR) yang dikukuhkan pada Kamis (12/9/2019). Pada acara pengukuhan guru besar yang digelar di Aula Garuda Mukti Kampus C itu, Prof Umi menyampaikan pidato tentang pentingnya pemahaman akan kepatuhan penggunaan dosis obat. Mengingat, saat ini, derajat kepatuhan dan pemahaman masyarakat Indonesia tergolong rendah.

Prof. Umi yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Farmasi aktif yang ke-23 tersebut membuka pidatonya dengan pernyataan singkat bahwa gelar guru besar yang akan segera disematkan pada dirinya adalah suatu amanah yang harus dirawat, dijaga, dan dipertahankan.

Prof. Umi kemudian memulai pidato utamanya yang berjudul “Kepatuhan Penggunaan Obat Sebagai Strategi Efisiensi Pembiayaan Kesehatan”. Pertanyaan penting yang kemudian Prof. Umi lontarkan adalah apakah obat adalah sesuatu yang dibutuhkan atau diinginkan dalam usaha mempertahankan kesehatan pasien.

“Pada dasarnya kesehatan dan obat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini, tenaga medis khususnya apoteker adalah tokoh yang berperan sebagai designer yang paling mengerti mengenai bagaimana obat harus diaplikasikan,” tutur Guru Besar Magister Sains Apoteker tersebut.

Kenyataananya, kata Prof Umi, di banyak negara maju di dunia derajat kepatuhan penggunaan obat hanya menyentuh angka 50 persen. Dalam topik penelitiannya, Prof. Umi menyoroti penggunaan obat pada kasus Diabetes Mellitus.

“Pasien diabetes di Indonesia dalam hal tepat penggunaan obat hanya mencapai angka 5 persen, ketepatan intervasi penggunaan 19 persen. Intinya, pada keseluruhan aspek tidak ada yang kepatuhannya melebihi 30 persen,” ungkap profesor yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Farmasi UNAIR tersebut.

Padahal, ketepatan penggunaan obat sangat berpengaruh terhadap peningkatan proses penyembuhan dan keberhasilan terapi. Maka dari itu, Prof. Umi kemudian mendorong beberapa poin penting yang harus diperhatikan berbagai elemen baik pemerintah, lembaga terkait, tenaga medis, maupun pasien itu sendiri.

“Yang pertama adalah sederhanakan regimen (pengaturan cara makan dan cara hidup bagi pasien, Red). Praktik yang dilakukan tenaga medis sekarang sesungguhnya terlalu kompleks. Usahakan untuk menggunakan bahasa non-medis yang mudah dipahami orang awam,” tuturnya.

Selanjutnya, Prof. Umi menjelaskan mengenai pentingnya komunikasi antara pasien dan tenaga medis. Pada dasarnya, pasien dan tenaga medis perlu berkolaborasi. Kesuksesan pengobatan juga berhubungan erat dengan pemahaman akan life style pasien. Hal itu menjadi implementasi penting untuk pencapaian better health, better care, dan lower cost.

Selain itu, Prof. Umi juga berharap agar lembaga-lembaga seperti Komite Farmasi Nasional dan lembaga terkait lainnnya yang hadir dalam pengukuhan Guru Besar mampu membuat peran apoteker semakin terlihat. Sebab, pada dasarnya, tenaga apoteker menjadi tenaga kesehatan terakhir yang bertatap muka dengan pasien.

Pada akhir pidatonya, Prof. Umi menekankan bahwa kepatuhan adalah hal sentral yang mampu meraih tujuan utama kesehatan. Yakni sembuh, sehat, dan sejahtera.

Selain Prof Umi, dua guru besar lain yang dikukuhkan di hari yang sama adalah Prof. Dr. Dwi Setyawan, S.Si., M.Si., Apt. dari Fakultas Farmasi dan Prof. Dr. Purkan, S.Si., M.Si. dari Fakultas Sains dan Teknologi.

Dalam pengukuhan guru besar itu, Prof Dwi menyampaikan orasi dengan judul “Mewujudkan Ketersediaan Obat Melalui Pengembangan Kristalografi”. Sementara orasi Prof Purkan berjudul “Percepatan Pemberantasan Tuberculosis Melalui Teknologi DNA Rekombinan Berbasis Biokomputasi”. (*)

Penulis: Intang Arifia

Editor: Binti Q. Masruroh