info@ff.unair.ac.id +62-31-5937824

ULP Farmasi, Berjuang Layani Masyarakat

(*). “Universitas jangan menjadi menara gading. Harus bisa bantu sekitar,” demikian pesan Direktur Unit Layanan Pengujian (ULP) Fakultas Farmasi Unair, Prof. Dr. rer. nat. Gunawan Indrayanto. Menurut Prof. Gunawan, keberadaan unit layanan semacam assessment service unit yang ada di Fakultas Farmasi ini, mutlak dibutuhkan.

Selain dapat melayani masyarakat, Universitas memang sudah waktunya untuk merubah filosofi yang dimilikinya. Di waktu yang lalu, Universitas hanya terkesan “mencetak sarjana”. Namun dengan keberadaan Unit Layanan Pengujian ini, Farmasi Unair bisa langsung berhubungan dengan kalangan industri, yang notabene akan menyerap para lulusan dari Unair nanti.

Dikatakan oleh Prof. Gunawan, kalangan industri memahami kebutuhan pasar yang sebenarnya. Mereka juga dapat menyampaikan, kemampuan apa yang seharusnya dimiliki oleh lulusan Farmasi.

Sesuai dengan jalurnya, ULP Farmasi ini dapat pula digunakan untuk kepentingan pendidikan. “Kita memang bekerja untuk masyarakat. Namun, merekalah yang tahu permasalahan. Nantinya, itu juga bisa dimanfaatkan sebagai input untuk pembelajaran. Jadi, mahasiswa bisa langsung dipakai oleh masyarakat,” papar Prof. Gunawan saat ditemui di ruang kerjanya.

Ke depan, Fakutas Farmasi ingin mencetak lulusan untuk siap kerja, dan bukan hanya meluluskan mereka yang siap training. “Memang sementara ini masih ada gap antara dunia industri dan perguran tinggi, dan kita mulai berusaha mencairkannya,” ungkap Prof. Gunawan.

Terakreditasi

Berbicara tentang ULP Farmasi, Prof. Gunawan mengaku bahwa pada awalnya, ULP yang ditanganinya, memang benar-benar berjuang dari nol. Berbekal fasilitas alat dari Fakultas Farmasi, ULP mulai berusaha menumbuhkan kepercayaan dari pihak luar. Saat beroperasi, ULP sudah langsung menangani uji terhadap udang, ikan, kedelai, obat tradisional, ataupun sampel lain yang diterima dari masyarakat.

“Jika tidak dipakai untuk pendidikan, alat itu kita manfaatkan. Setelah empat tahun, dari keuntungan yang didapat, akhirnya kita bisa membeli alat seharga Rp. 3 milyar. Sekarang kita sudah punya tiga HPLC dan satu GC/MS, dan itu semua terus bekerja selama 24 jam. Agar efisien, pekerjaan sudah dibagi dalam tiga shift,” terang Professor of Pharmaceutical Biology yang satu ini. Pada akhirnya, ULP Farmasi berhasil meraih akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), untuk laboratorium penguji.

Menurut Prof. Gunawan, akreditasi yang diraih ini terasa begitu penting. Mengingat, banyak laboratorium yang tidak dipercaya. Di sisi lain, menumbuhkan kepercayaan itu harus dibangun dengan kerja keras. “Mereka yang kita layani memang butuh hasil terbaik. Agar mereka bisa lolos sebagai eksportir, butuh hasil uji yang terpercaya. Untuk itu, kita butuh alat dan metode yang bagus,” papar Prof. Gunawan.

Dituturkan oleh Prof. Gunawan, bahwa dalam menguji, ULP Farmasi Unair telah bekerja dengan keras. Mulai dari saat menerima sampel, melakukan pemeriksaan, hingga memberikan sertifikasi, diakuinya bahwa ULP terbiasa melakukannya dengan cermat dan ketat. “Untuk itu, kita memang mengajukan biaya yang relatif mahal. Namun, itu pasti akan disertai dengan hasil terbaik pula. Kita memang berniat membantu industri, karena mereka tidak memiliki Lab. Uji,” tegas Consultant of Chemical and Pharmaceutical Analysis yang satu ini.

Kontrak Riset

Ke depan, Prof. Gunawan berharap agar pihaknya mampu menjalin kontrak riset dengan pihak industri. Namun, hal utama yang harus dibenahi adalah kesiapan infrastruktur. Dimana ULP Farmasi, harus menyiapkan kelengkapan alat yang hendak dipakai. “Memang susah, jika alatnya saja kita tidak punya. Untuk alat analisa kita memang sudah lebih baik, tapi untuk alat produksi, kalangan industri justru jauh lebih lengkap dari kita,” ujar Prof. Gunawan.

Dikatakan oleh Prof. Gunawan, bahwa merealisasikan itu semua, Perguruan Tinggi tetap butuh komitmen dari pemerintah. Khususnya berupa dukungan dalam mengembangkan kegiatan penelitian. “Untuk menjalin kontrak riset dengan kalangan industri, kita harus dipercaya. Agar dipercaya, kita harus mumpuni dalam melakukan riset. Sementara yang terjadi, saat riset, kita masih mengandalkan subsidi dari pemerintah yang jumlahnya tidak mencukupi,” imbuhnya.

Untuk mengawalinya, Prof. Gunawan mengaku sudah mengembangkan beberapa kerjasama riset yang berskala kecil. Jika ingin membangun kepercayaan, diakuinya kita masih membutuhkan beberapa langkah besar. “Untuk riset kecil-kecilan kita sudah mulai. Agar menjadi besar, kita memang harus jalan bertahap,” pungkas Prof. Gunawan.